Saturday, June 8, 2013

Fall

Unbelievable. Semalem aku masih bercanda sayang-sayang, semalem aku masih nanyain kabar ayahnya, semalem aku masih bikin rencana buat ketemu hari ini, tapi?

Setelah aku terbang cukup tinggi dan cukup bahagia, sekarang sengaja kau jatuhkan lagi? Sengaja atau memang sudah rencana? Ya Tuhan…

Masih tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Beberapa jam yang lalu kita masih membicarakan tentang rencana pertemuan kita hari ini. Beberapa jam yang lalu kau masih meledekku yang berniat mau diet. Beberapa jam yang lalu kita masih saling tanya tentang menu sarapan tadi pagi. Ya Tuhan…

Mendadak kau bilang ada acara keluarga dan batal untuk datang kerumah padahal rencana itu sudah dirancang jauh hari sebelumnya. Jum’at lalu rencana pertemuan kita gagal, sekarang gagal lagi? Oke, masih bisa kutolerir. Kukira ini biasa dan masih bisa kumaklumi.

Beberapa jam yang lalu kau sempat marah karena aku sekenanya berkicau di jejaring sosial. Dan membenci semua retweetanku yang kukutip dari beberapa blogger. Lewat sedikit adu pesan di sms, akhirnya aku mengalah dan menghapus semua kicauan tak bergunaku di jejaring sosial. Itu masih terjadi beberapa jam yang lalu, tapi?

Berniat ingin curhat dan menyalurkan isi hati yang sempat terpendam sejak beberapa hari belakangan, tapi malah berakhir…tak mengenakkan, nggak bisa disangka dan siapa juga yang bakal mau kayak gini?!
Bukannya malah berusaha membela atau mencari solusi terbaik malah menyuruhku untuk tidak meneruskan hubungan ini yang kuhitung sejak Januari lalu. Begitu cepatnya? Dan segitu gampangnya?

Kita memang tak terikat dalam suatu hubungan khusus, karena aku tau dan aku sangat tau kalau kau sudah terikat dengan hubungan lain yang entah dengan siapa itu. Meski aku tau orangnya tapi tak ingin kukenal. Tapi meskipun begitu, kedekatan kita tak layak dikatakan sebagai teman dekat, atau sahabat, atau sejenisnya. Bahkan hubungan ini tak berstatus. Kau anggap biasa saja namun ku anggap ini semua lebih dari segalanya. Sangat kontras terlihat, layaknya aku jamur yang muncul tiba-tiba di musim kemarau. Aku muncul di tengah-tengah kisah membingungkanmu bersama entah itu siapa nggak penting. Tapi bisakah kau mengerti sedikit saja?

Tak ingatkah saat itu, dari jarak yang terlampau jauh, menembus panasnya jalanan kota dan bayang-bayang fatamorgana yang terlihat di sepanjang jalan lintas selatan demi bertemu dan menghabiskan waktu denganku. Tak cukup satu dua kali. Entah sudah berapa kali ruang tamu dan perabotannya menjadi saksi bisu tiap kedatanganmu kemari. Bagiku itu pengorbanan yang luar biasa di sela-sela kesibukanmu berkutat dengan jutaan lembar tugas dan jadwal bimbingan yang lumayan padat. Bagimu itu biasa dan belum seberapa ya mungkin? Tapi bagiku itu luar biasa.

Aku selalu ingat, kamu selalu duduk di sini. Di sebelah kananku, atau kadang saat laptopmu butuh charger kamu duduk di sebelah kiriku. Dan posisinya selalu disini, tidak pernah berpindah. Masih di sebelah utara meja ukiran kayu. Aku juga ingat, kau parkir motormu di sebelah selatan kolam depan rumah. Yang bisa aku intip lewat jendela kamarku, sehingga aku selalu tau saat kau datang. Aku ingat, Nescafe French vanilla itu minuman kopi favoritmu. Aku ingat, parfummu itu merek Gatsby urban colour infinity warna biru yang bertutup miring dan beraroma segar. Aku ingat, kamu suka bubur kacang ijo langgananmu. Aku juga masih ingat bagaimana caramu menggulung kabel charger laptop dan mengatai caraku terlalu ribet. Akhirnya sampe sekarang pun kuterapkan caramu itu. Begitu banyaknya hal sepele yang masih aku ingat darimu...

Setelah percakapan sore itu, curahan hati yang belum sempat tersampaikan sepenuhnya terpaksa kau akhiri dengan kata “Yaudah nggak bisa diterusin.” Seketika nyesek, panas dingin, gugup, bingung, nggak tau mau bilang apa, nggak tau mau nyikapinnya gimana. Cuma bisa diem, nangis, terus dengan singkat kujawab “Gitu doang? Nggak gimana-gimana gitu? Yaudah makasih.”

Tangisku pecah saat itu juga. Langsung terbayang gimana awal dulu, gimana pas deket dulu, apalagi beberapa jam yang lalu masih sempet bercanda bahkan adu pesan gara-gara kicauan jejaring sosial. Dengan berbekal kata maaf dan makasih, kamu pergi gitu aja. Udah cukup puas selama ini? Cukup puas mendengar celotehan kata sayang dariku yang nggak pernah mampir di hatimu? Cukup puas tau aku nangis pas udah galau gara-gara pesanku nggak kamu bales? Cukup puas tau aku yang mendem semua ini sendirian dan cuma bisa nangis pas udah nggak tau mau gimana? Bener-bener tega ya…

Jangan harap setelah ini aku bisa kembali maafin semua kesalahanmu yang nggak terhitung seberapa banyak. Jangan harap setelah ini aku masih bisa senyum pas ketemu atau ngebolehin kamu main kerumah lagi, nggak akan! Udah cukup dan makasih banyak atas semuuuua harapan yang masih kamu anggap “kita kan plen”. Cerita tanpa kejelasan kita selesai dan penantianku sejak Januari lalu juga selesai. Just let me fall kali ini aja. Dan kamu alasannya. 

And sadly here after....

2 comments: