"30 April 2011, dimana semua layaknya abnormal."- Thata Utami
Kutulis kutipan ini, tanggal 30 April 2011. Tepat 3 tahun
hubungan cintamu berjalan. Begitu menyenangkannya kisah itu, hingga akupun yang
bukan siapa-siapa bagimu bisa ikut merasakan betapa bangga dan bahagianya kamu,
juga kekasihmu, berhasil mempertahankan ikatan cinta selama 3 tahun yang tidak
semua orang bisa melakukannya. Pasti banyak ya hambatan dan cobaan yang kamu
alami selama 3 tahun bersama kekasihmu itu. Kalian pasangan yang hebat, teman.
Dalam suasana apapun kalian tetap berusaha untuk selalu bersama, mungkin.
Sebagian besar orang memandang iya. Kamu dan kekasihmu adalah pasangan yang
serasi. Siapa yang tidak tau tentang hubunganmu? Di kampus pun kisah cinta
kalian banyak di perbincangkan karena kesetiaan juga tanggung jawabmu sebagai
kekasih yang baik baginya. Siapa cewek yang nggak mau punya pacar kayak kamu.
Jujur, pinter, baik hati, ramah, tanggung jawab, supel, atletis, keren, manis.
Bisa mendapatkan cewek sehebat dia, yang cantik, pinter, baik hati meskipun nggak
ramah kalo sama aku, jago olahraga kayak kamu. Kamu pasti bangga ya punya pacar
kayak dia? Dia pasti juga sangat sangat bangga punya pacar kayak kamu. Aku juga
ingin seperti itu.
Kita kenal sejak semester 1, yang selalu satu kelas dan satu jurusan denganku. Aku sudah
benar-benar hafal gerak-gerikmu yang aku amati sejak awal semester. Kamu teman yang
baik, pacar yang setia dan tanggung jawab, kamu punya segalanya. Tapi maaf, aku
bisa saja membuatmu tak setia. Maaf, maaf dan maaf. Semua terjadi begitu saja.
Cinta memang tak bisa ditebak. Kapan akan datang dan kepada siapa cinta
berpihak. Itu terjadi pada kita. Aku dan kamu. Aku muncul di tengah-tengah
hubunganmu dengan dia. Kejamnya aku. Jahatnya aku. Salahkah aku?
Kamu selalu memberikan perhatian yang aku anggap lebih, kamu
yang selalu menemaniku saat aku kesepian, kamu yang selalu memotivasiku saat
menjelang Ujian Tengah Semester, kamu yang selalu menyempatkan diri untuk mengirim beberapa
pesan singkatmu atau meninggalkan beberapa missed call, kamu yang selalu marah
saat aku tidak menuruti perintahmu untuk makan siang, kamu yang selalu
menemaniku begadang hingga lewat tengah malam melalui perbincangan kita di sms,
kamu yang betah browsing youtube berjam-jam dirumahku dan aku masih setia saja
menemanimu selama berjam-jam membosankan itu, kamu yang selalu mengingatkan aku
untuk menghapus semua history percakapan kita agar tak diketahui orang lain,
kamu yang menjadi kebanggaanku juga kebanggaan mamaku, kamu yang super sempurna
untukku! Tak sadarkah kau betapa berharganya di mataku? Tapi kamu hanya
menganggapku sebagai seorang teman! Teman! Apa kau tak pernah sedikitpun
mengerti maksud dari sikap-sikapku padamu? Apa kau tak pernah mengerti betapa
besar harapanku untuk bisa bersamamu dan mendapatkan cintamu?! Kapan kamu akan
sadar, teman? Kapan? Begitu tersiksanya aku memendam ribuan harapan yang setiap
saat ingin kuungkapkan. Menahan egoku yang terlalu besar untuk bisa memilikimu
seutuhnya. Merahasiakan tentang hubungan kita yang tak pernah diketahui oleh orang
lain. Namun menjadi lebih dekat denganmu, cukup membuatku merasakan secuil
kebahagiaan.
Dan hari ini, teman. 3 tahun sudah hubunganmu berjalan. Kau
mempersiapkan semuanya dengan baik. Menyiapkan kejutan kecil untuk kekasih
tercintamu. Saat itu, 12 April 2011, kita sedang berbincang-bincang di ruang
tamu. Kau meminta saran padaku saat ingin membelikan kekasihmu kue tart sebagai
kejutan kecil untuknya. Aku bisa melihat begitu bahagianya kamu. Dari pandangan
dan sinar matamu yang berbinar-binar, menunjukkan kebahagiaan luar biasa
menyambut 3 tahun spesialmu. Aku ingin seperti itu. Aku ingin bisa jadi
kekasihmu. Aku ingin bisa membelikanmu kue tart bertuliskan ‘Happy Anniversary’
dan memelukmu dengan luapan kasih sayang. Aku ingin seperti itu dan hanya denganmu.
Aku tidak ingin dengan yang lain. Aku hanya ingin denganmu, teman.
Semalam, kita sempat begadang hingga tengah malam. Waktu
menunjukkan pukul 23.35 dan kita belum juga beranjak tidur. Kau bercerita
padaku bahwa ingin memberi ucapan pada kekasihmu yang hanya bisa kutanggapi,
“Oalah ultah?”. Katamu bukan, tapi anniversarymu. Cemburu? Aku tidak pantas
cemburu padamu, teman. Dan semalam percakapan kita benar-benar membosankan. Aku
yang sudah mulai badmood karena meradang tak karuan hanya bisa menanggapi pesanmu
dengan singkat. Akhirnya tepat pukul 00.00 pesanku tak kau balas. Mungkin sudah
sibuk mengucapkan selamat dan berbasa-basi sayang-sayang dengan kekasihmu.
Karena jengkelku, akhirnya kuputuskan untuk tidak membalas pesanmu malam itu
dan menangis di kamar.
Ini bukan lebay. Ini bukan alay seperti yang orang katakan.
Menangis adalah satu-satunya cara untuk mengungkapkan perasaan yang mengganjal,
daripada galau kan lebih baik menangis sepuasnya di kamar. Dan hanya dengan
kutipanku ini kucurahkan segala isi hatiku. Segala unek-unekku hanya bisa
kutumpahkan di potongan kata-kata yang kuuntai menjadi rangkaian kalimat.
Happy anniversary, teman. Semoga di tahun ketiga ini menjadi
berkah yang tak terhingga untuk kalian. Longlast, makin langgeng sampe kakek
nenek nanti, makin mesra, makin kuat jalinan cintanya, all best wishes for you.
Semoga bahagia dengan kekasihmu ya, teman terbaikku. Maaf
jika aku menjadi orang ketiga di antara hubungan kalian. Dan aku cukup bahagia
meski tak bisa memilikimu seutuhnya, namun terima kasih atas segala perhatian
dan kasih sayang yang selalu kau curahkan untukku. Terima kasih juga untuk kamu,
kekasih temanku. Memberiku kesempatan untuk bisa dekat dengan kekasihmu
meskipun kau tak pernah tau. Bisa memiliki kekasihmu walau tak sepenuhnya
layaknya kamu yang bisa memilikinya. Namun, bolehkah aku dan kekasihmu lebih
dari sekedar teman?